Oleh: Eleine Pramesti )*
Dalam upaya menjaga kualitas bahan bakar minyak (BBM) yang didistribusikan kepada masyarakat, Pertamina menggandeng tiga lembaga independen untuk memastikan standar mutu yang ketat. Keberadaan lembaga-lembaga ini sangat krusial dalam menjamin bahwa setiap tetes BBM yang diproduksi dan dipasarkan oleh Pertamina memenuhi standar nasional maupun internasional. Upaya ini juga menunjukkan komitmen Pertamina dalam menghadirkan energi yang bersih, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan kendaraan serta industri di Indonesia.
Ketiga lembaga independen yang bertugas dalam pengawasan dan pengujian BBM Pertamina adalah Lemigas, Persero, dan TUV Rheinland Indonesia. Masing-masing memiliki peran spesifik dalam mengawal kualitas BBM mulai dari tahap produksi, distribusi, hingga pemakaian oleh konsumen. Dengan adanya keterlibatan pihak ketiga yang kompeten, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan BBM semakin terjamin.
Lemigas yang didirikan pada 11 Juni 1965, berwenang memeriksa dan menentukan standar mutu pelumas yang beredar di pasar tanah air. Lemigas telah terakreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN) dengan nomor LSPr-077-IDN pada lingkup 18 komoditi pelumas dan elpiji atau liquid petroleum gas (LPG).
Pada awalnya, Lemigas menjadi sebuah lembaga yang memberikan pelayanan berupa penelitian, pengembangan, dan pendidikan untuk seluruh pemangku kebijakan terkait di bidang migas di Indonesia. Didukung dengan fasilitas 47 laboratorium serta satu laboratorium kalibrasi dan pemeliharaan, Lemigas memperkuat layanan dengan menghadirkan jasa analisis laboratorium, jasa konsultasi, jasa survei lapangan, jasa sertifikasi, dan jasa pengujian komersial lainnya. Sejak 1 April 2015, Lemigas resmi berstatus sebagai Badan Layanan Umum (BLU) secara penuh.
Kepala Balai Besar Pengujian Migas (Lemigas), Mustafid Gunawan mengatakan pengujian terhadap bahan bakar minyak (BBM) Pertamina telah sesuai dengan standar dan spesifikasi teknis yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Mustafid menegaskan pihaknya selalu rutin melakukan pengujian terhadap sampel yang spesifikasinya sesuai dengan permintaan Ditjen Migas.
Selanjutnya, Persero atau PT Surveyor Indonesia (PTSI) didirikan pada 1 Agustus 1991 dengan misi awal membantu Pemerintah RI dalam memperlancar aliran barang modal dan peralatan. Didukung oleh kantor cabang yang tersebar di 22 negara, Surveyor Indonesia menjalankan fungsi pemeriksaan kualitas dan kuantitas barang sebelum dikirim (PSI). Dengan berakhirnya penugasan dalam membantu Pemerintah RI, PTSI merumuskan misi sebagai perusahaan jasa surveyor dalam arti luas, mulai dari memberikan layanan berupa pemeriksaan teknis, pengkajian, survei, penilaian pengawasan, audit, hingga konsultasi.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Simon Aloysius Mantiri mengatakan Pertamina bersama Balai Besar Pengujian Migas (Lemigas), Surveyor Indonesia dan TUV Rheinland Indonesia melakukan uji BBM di 75 titik SPBU, termasuk di Terminal Pertamina Plumpang. Hasil dari pengujian tersebut menunjukkan bahwa kualitas BBM Pertamina sudah sesuai dengan standar pemerintah. Hal itu dilakukan dalam upaya Pertamina kembali memperoleh kepercayaan publik atas kualitas BBM di SPBU-nya, imbas kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produksi kilang yang menyeret sejumlah pejabatnya.
Adapun TUV Rheinland Indonesia adalah lembaga sertifikasi asal Cologne, Jerman yang terakreditasi KAN dengan nomor LSPr-026-IDN. Diklaim telah beroperasi lebih dari 150 tahun, tepatnya pada 1872, TUV Rheinland Group mempunyai lebih dari 22.000 karyawan di lebih dari 50 negara dan menghasilkan pendapatan tahunan mencapai 2,4 miliar euro.
Sejak 2006, TUV Rheinland resmi menjadi anggota United Nations Global Compact untuk mempromosikan keberlanjutan dan memerangi korupsi. Di Indonesia, kantor pusat perusahaan tersebut beralamat di Menara Karya Lantai 3 dan 10, Jalan HR Rasuna Said Blok X-5 Kav 1-2, Jakarta.
Pada tahun buku 2023, TUV Rheinland mencatatkan pendapatan 2,44 miliar euro atau sekitar Rp 41 triliun (asumsi kurs Rp16.993), dengan 49,9 persen di antaranya dihasilkan di luar Jerman. Pendapatan sebelum bunga dan pajak (EBIT) yang dibukukan sebesar 103,9 juta euro.
Keberadaan tiga lembaga independen dalam pengawasan kualitas BBM Pertamina membawa berbagai manfaat. Dengan adanya pengujian dan sertifikasi dari lembaga independen, konsumen dapat lebih yakin bahwa BBM yang digunakan aman dan sesuai dengan spesifikasi teknis. Transparansi dalam pengawasan BBM juga membuat masyarakat lebih percaya terhadap produk yang mereka konsumsi sehari-hari. Selain itu, hasil penelitian dari Lemigas dan Sucofindo membantu Pertamina dalam mengembangkan produk BBM yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
Dengan adanya pengawasan ketat dari lembaga-lembaga independen ini, kualitas BBM yang dipasarkan di Indonesia semakin terjamin. Konsumen mendapatkan bahan bakar yang lebih bersih, efisien, dan tidak merusak mesin kendaraan mereka. Selain itu, dengan meningkatnya standar BBM, emisi karbon dari kendaraan bermotor dapat ditekan sehingga berdampak positif terhadap lingkungan.
Jaksa Agung, Sanitiar Burhanuddin juga menyampaikan bahwa kualitas BBM Pertamina yang beredar sudah sesuai dengan standar. Hal itu untuk menyikapi kekhawatiran masyarakat mengenai dugaan kualitas BBM Pertamax tidak standar, imbas dari terjadinya kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tahun 2018–2023.
)* Penulis adalah pengamat energi