Pengamat Sebut MBG Investasi Menggapai Indonesia Emas

JAKARTA – Pengamat menilai bahwa program makan bergizi gratis (MBG) harus dipandang sebagai investasi untuk mencapai cita-cita Indonesia Emas, bukan sekadar janji politik.

Fitria Muslih, Direktur Eksekutif Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro), menyatakan bahwa program MBG harus dikelola dengan perspektif jangka panjang.

“Seharusnya, pemerintah jika ingin memposisikan MBG ini sebagai prioritas, harus dilihat sebagai investasi untuk mencapai Indonesia Emas, bukan sekadar menempatkan MBG sebagai janji politik,” ujar Fitria.

Menurut Fitria, MBG seharusnya diposisikan sebagai investasi yang bertujuan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, yang memerlukan dana besar dan perencanaan yang matang.

“Program itu harus dilihat sebagai investasi jangka panjang. Tidak hanya sekedar menghabiskan (anggaran), kemudian tidak jelas output-nya,” ujarnya.

Fitria juga mengingatkan pentingnya indikator capaian yang jelas agar program ini dapat diukur keberhasilannya. Ia juga mendukung Instruksi Presiden Prabowo Subianto terkait efisiensi anggaran, termasuk untuk program MBG, dan menekankan pentingnya transparansi serta akuntabilitas dalam penggunaan anggaran negara.

Di sisi lain, Medelina K. Hendytio, Wakil Direktur Eksekutif Pusat Kajian Strategis dan Internasional (CSIS) Indonesia, mengingatkan agar MBG tidak hanya menjadi program yang terpusat di pemerintah. Menurutnya, karena Indonesia memiliki kondisi geografis yang besar, sebaiknya program-program pemerintah dilakukan secara partisipatif.

“Penanganan MBG yang terpusat ini mungkin perlu dipertimbangkan kembali, dengan cara memanfaatkan institusi atau lembaga yang sudah ada, baik di pusat maupun daerah, seperti Puskesmas hingga tingkat kelurahan, agar kesan sentralistis bisa dihindari dan partisipasi publik dapat meningkat,” ujarnya.

Di sisi lain, R. Haidar Alwi, Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), menyebutkan bahwa mayoritas masyarakat merasa puas dengan program MBG. Berdasarkan survei Litbang Kompas, 66,8 persen rakyat menyatakan puas dengan program tersebut, sementara hanya 23,2 persen yang tidak puas.

Haidar mengingatkan bahwa program ini sangat penting, terutama bagi siswa yang membutuhkan asupan gizi untuk fokus belajar di sekolah. “Mustahil siswa bisa konsentrasi dengan kondisi perutnya lapar,” ujarnya.
Haidar juga percaya bahwa pemotongan anggaran tidak akan berdampak negatif pada mutu pendidikan, karena pemangkasan dilakukan pada anggaran administratif dan seremonial, bukan pada dana penting seperti beasiswa dan tunjangan guru.

Array
Related posts
Tutup
Tutup