Jakarta – Ekonom Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi, mengungkapkan bahwa inflasi Indonesia sepanjang tahun 2024 berada pada level terendah sejak 1958, yaitu 1,57%. “Meskipun inflasi rendah, ini menunjukkan perlambatan permintaan yang menjadi permasalahan struktural selama lima tahun terakhir. Kelompok kelas menengah, yang merupakan penggerak utama ekonomi, juga mengalami penurunan jumlah dari 57 juta menjadi sekitar 47 juta,” jelasnya.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah memperkuat program bantuan sosial (bansos) dan stimulus konsumsi. “Sekitar 16 juta penerima manfaat akan mendapatkan bantuan berupa makanan, pakaian, dan beras melalui program ini,” ungkap Fithra.
Di sisi lain, pemerintah juga fokus pada penguatan sektor produksi dengan memberikan insentif padat karya. “Selama lima bulan berturut-turut tahun lalu, PMI Manufaktur Indonesia berada di fase kontraksi akibat tekanan ongkos produksi. Dengan adanya insentif padat karya, produktivitas manufaktur dapat kembali bangkit,” ujar Fithra.
Selain itu, pemerintah juga melakukan intervensi pada Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). “Efek domino dari kenaikan PPN dapat dihindari karena kenaikannya hanya berlaku untuk barang mewah, sehingga tidak terlalu berdampak pada masyarakat selain kelas atas,” jelasnya.
Namun, Fithra menekankan pentingnya pengelolaan anggaran yang selektif. “Pemerintah harus menghindari kebocoran anggaran dan melakukan penghematan untuk mengurangi potensi defisit. Refocusing anggaran pada produk yang lebih efisien dapat membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi jangka pendek,” tambahnya.
Kebijakan stimulus ekonomi ini mencerminkan langkah nyata pemerintah dalam menghadapi tantangan ekonomi global, sekaligus membangun optimisme untuk pertumbuhan yang lebih inklusif dan berkelanjutan. [-red]