PALANGKA RAYA — Menjelang musim kemarau yang diperkirakan akan berlangsung mulai Juni 2025, berbagai pihak terus memperkuat langkah antisipatif untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menekankan pentingnya edukasi dan koordinasi lintas sektor sebagai strategi utama dalam menghadapi ancaman ini.
“Kesiapan di tingkat daerah sangat menentukan keberhasilan upaya pencegahan karhutla secara nasional, mengingat kondisi geografis dan sebaran lahan yang begitu luas,” ujar Hanif dalam agenda Konsolidasi Kesiapsiagaan Personil dan Peralatan Pengendalian Karhutla.
Dalam kunjungannya ke Kalimantan Barat, Hanif meninjau sejumlah perusahaan sawit anggota Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) dan meminta seluruh pelaku industri sawit untuk aktif berkoordinasi dengan organisasi tersebut. Langkah ini dinilai krusial dalam memastikan pelaku industri menjalankan standar operasional yang tinggi, transparan, dan berkelanjutan.
“Ke depan, kami akan mendorong agar setiap perusahaan sawit wajib menjadi anggota Gapki. Karena, untuk bisa mendapatkan Proper hijau, salah satu syaratnya adalah tergabung dalam Gapki,” tegasnya.
Sekretaris Jenderal Gapki, M Hadi Sugeng, memastikan bahwa seluruh perusahaan yang menjadi anggota Gapki telah mempersiapkan diri menghadapi musim kemarau dan potensi karhutla. “Sebanyak 752 perusahaan anggota Gapki telah diwajibkan mematuhi regulasi, menyiagakan seluruh personil dan peralatan, serta melibatkan masyarakat sekitar dalam upaya pencegahan,” katanya.
Sugeng menambahkan bahwa pihaknya juga melakukan langkah-langkah teknis seperti pemetaan area rawan titik api, penyediaan sumber air, hingga teknologi modifikasi cuaca sebagai bagian dari mitigasi risiko.
Dari sisi legislatif daerah, Wakil Ketua I Komisi II DPRD Kota Palangka Raya, Hap Baperdu, mendorong pemerintah kota untuk lebih aktif mengedukasi masyarakat tentang bahaya karhutla. “Pemerintah Kota Palangka Raya melalui instansi terkaitnya perlu melakukan edukasi kepada warga, terkait kewaspadaan maupun deteksi dini terhadap ancaman karhutla,” ujarnya.
Hap juga mengingatkan bahwa tanggung jawab pencegahan tidak bisa dibebankan hanya kepada satu pihak. “Semua komponen harus bekerja sama. Ini harus disadari karena dampak karhutla tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga mengganggu kesehatan masyarakat, menghambat kegiatan belajar-mengajar, serta melemahkan aktivitas ekonomi,” tambahnya.
Ia juga mengimbau masyarakat, khususnya pemilik lahan, untuk tidak membuka lahan dengan cara membakar, mengingat iklim saat ini telah memasuki masa rawan kebakaran.
Upaya preventif berbasis edukasi dan koordinasi ini menjadi harapan bersama agar musim kemarau dapat dilalui tanpa insiden karhutla besar yang merugikan lingkungan dan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat.