Pemerintah Tegas Atasi Karhutla Lewat Kolaborasi Lintas Sektor

Oleh : Rian Sambodo )*

Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) telah lama menjadi ancaman serius yang merugikan Indonesia secara ekologis, sosial, dan ekonomi. Dampak dari karhutla tidak hanya menyentuh wilayah terbakar, tetapi juga menyebar melalui asap yang mengganggu kesehatan masyarakat dan menghambat aktivitas sehari-hari. Dalam menghadapi ancaman ini, komitmen pemerintah dalam mengatasi karhutla menjadi sangat penting dan tidak bisa ditawar lagi.

Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menunjukkan keseriusan dengan memperkuat koordinasi antara pelaku usaha perkebunan sawit dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki). Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menegaskan bahwa sinergi ini sangat diperlukan agar seluruh pelaku industri sawit mampu menjalankan standar operasional tinggi yang transparan dan berkelanjutan. Hal ini penting agar upaya pencegahan karhutla dapat berjalan secara efektif dan konsisten di seluruh wilayah.

Meninjau kesiapan perusahaan anggota Gapki di Kalimantan Barat, Menteri Hanif menekankan bahwa keberhasilan pencegahan karhutla tidak hanya bergantung pada pemerintah pusat, melainkan juga kesiapan di tingkat daerah. Kondisi geografis Indonesia yang sangat luas dan sebaran lahan yang kompleks menuntut adanya hubungan kerja yang dinamis dan erat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku usaha, serta masyarakat. Tanpa kolaborasi yang baik, upaya pencegahan hanya akan menjadi program formalitas tanpa dampak nyata.

Sekretaris Jenderal Gapki, M. Hadi Sugeng, juga menegaskan komitmen anggota Gapki yang terdiri dari 752 perusahaan untuk mematuhi regulasi dan memastikan kesiapsiagaan sumber daya, personil, dan peralatan. Dengan begitu, perusahaan dapat mengantisipasi musim kemarau yang rentan menimbulkan kebakaran. Namun, Sugeng tidak menutup mata bahwa perusahaan tidak bisa berdiri sendiri dalam mengelola risiko kebakaran.

Keterlibatan masyarakat sekitar menjadi salah satu kunci utama dalam mitigasi karhutla. Masyarakat lokal, yang memiliki pengetahuan mendalam tentang kondisi lingkungan sekitar, merupakan mitra strategis dalam mendeteksi dini dan merespons kebakaran. Gapki pun meyakini bahwa pengelolaan risiko kebakaran harus melibatkan masyarakat agar penanggulangan karhutla menjadi lebih efektif dan berkelanjutan. Dengan pelibatan ini, tanggung jawab menjaga hutan dan lahan tidak hanya terletak pada perusahaan dan pemerintah, tetapi juga bersama masyarakat.

Langkah-langkah pencegahan yang diambil Gapki juga meliputi penerapan teknologi mutakhir seperti modifikasi cuaca, pemetaan area rawan titik api, dan penyediaan sumber air di lokasi-lokasi strategis. Teknologi ini menjadi penopang penting dalam menghadapi tantangan alam yang tidak bisa diprediksi secara sempurna. Penggunaan modifikasi cuaca misalnya, merupakan langkah proaktif untuk menekan potensi kebakaran sebelum api benar-benar muncul dan meluas.

Di tingkat daerah, pemerintah provinsi seperti Sumatera Selatan juga turut mengambil tindakan tegas. Sudirman, perwakilan pemerintah daerah Sumsel, mengungkapkan bahwa pengajuan helikopter untuk pemadaman karhutla hanya dilakukan setelah status siaga darurat resmi ditetapkan di daerah rawan. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah bekerja berdasarkan analisa kebutuhan yang matang dan prosedur yang ketat. Penetapan status siaga tersebut membutuhkan koordinasi dan persetujuan dari pemerintah kabupaten sebagai bagian dari tata kelola yang baik.

Selain itu, Sudirman menyampaikan bahwa pengajuan operasi modifikasi cuaca (OMC) juga akan diajukan ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Kementerian Lingkungan Hidup. Operasi ini direncanakan berlangsung selama seminggu, dengan melihat perkembangan kondisi awan dan cuaca di wilayah rawan kebakaran. Langkah ini menegaskan bahwa pemerintah memanfaatkan berbagai metode, baik konvensional maupun teknologi canggih, untuk menghadapi karhutla secara menyeluruh.

Bahaya karhutla bukan hanya soal hilangnya lahan dan pohon, tetapi juga ancaman kesehatan yang berdampak luas bagi masyarakat. Asap tebal akibat kebakaran menyebabkan penyakit pernapasan, menurunkan kualitas udara, dan mengganggu aktivitas ekonomi dan pendidikan. Jika tidak diatasi secara terpadu, karhutla bisa menjadi bencana yang berulang setiap tahunnya. Oleh sebab itu, sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat menjadi satu keharusan.

Sinergi ini bukan sekadar jargon, melainkan sebuah tindakan nyata yang harus diwujudkan dalam bentuk koordinasi, keterbukaan informasi, serta pembagian peran yang jelas. Pelaku usaha seperti perusahaan kelapa sawit harus menjalankan praktik berkelanjutan yang tidak merusak lingkungan dan siap berkontribusi aktif dalam mitigasi. Pemerintah daerah harus mampu memfasilitasi sumber daya dan peralatan serta menetapkan kebijakan yang mendukung pencegahan. Masyarakat pun perlu diberikan edukasi dan diberdayakan agar menjadi bagian dari solusi.

Komitmen yang ditunjukkan pemerintah dan Gapki juga menjadi contoh bagaimana pendekatan multisektoral dapat membuahkan hasil positif. Ketika seluruh pihak memiliki kesadaran dan tanggung jawab bersama, pencegahan karhutla menjadi lebih efektif dan berkelanjutan. Hal ini sekaligus membangun kepercayaan publik bahwa pemerintah benar-benar serius dalam mengatasi bencana yang sering kali berdampak luas tersebut.

Sebagai masyarakat, kita juga harus mendukung penuh upaya-upaya pemerintah. Dukungan ini bisa diwujudkan dengan ikut menjaga lingkungan sekitar, melaporkan potensi kebakaran sejak dini, dan tidak membuka lahan dengan cara membakar. Kesadaran kolektif inilah yang akan menguatkan sinergi antara berbagai pihak dalam menanggulangi karhutla.

Pemerintah sudah menunjukkan langkah nyata melalui kebijakan dan koordinasi lintas sektor. Kini, giliran seluruh elemen bangsa untuk bersama-sama menjaga dan merawat hutan Indonesia demi masa depan yang lebih sehat dan lestari. Hanya dengan kerja sama yang erat dan komitmen tinggi, ancaman karhutla bisa ditekan seminimal mungkin.

)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute

Array
Related posts
Tutup
Tutup