Oleh : Aditya Hermanto )*
Pemerintah terus memperkuat langkah-langkah strategis dalam menghadapi ancaman kebakaran hutan dan lahan atau karhutla yang kerap terjadi di berbagai wilayah rawan saat musim kemarau tiba. Penguatan sistem pencegahan karhutla saat ini tidak hanya difokuskan pada aspek penanggulangan ketika bencana telah terjadi, tetapi lebih diarahkan pada pembangunan sistem mitigasi dan kesiapsiagaan yang lebih holistik, inklusif, serta berbasis data. Pendekatan ini mencerminkan arah kebijakan pemerintah dalam menjadikan isu lingkungan sebagai bagian integral dari ketahanan nasional.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengambil peran penting dalam memastikan seluruh pelaku usaha khususnya sektor perkebunan kelapa sawit untuk ikut bertanggung jawab dalam upaya pencegahan karhutla. Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menyampaikan bahwa perusahaan-perusahaan sawit perlu menjalin koordinasi yang lebih erat dengan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki). Menurutnya, kolaborasi ini diperlukan untuk memastikan seluruh perusahaan tunduk pada standar operasional tinggi, transparan, dan sesuai prinsip keberlanjutan.
Dorongan pemerintah agar setiap perusahaan sawit menjadi anggota Gapki merupakan bagian dari strategi penguatan tata kelola industri berbasis tanggung jawab lingkungan. Hanif Faisol Nurofiq menilai bahwa langkah ini akan memberikan nilai tambah bagi perusahaan, karena keanggotaan dalam Gapki menjadi salah satu syarat untuk meraih penghargaan Proper Hijau dari pemerintah. Hal ini sekaligus menunjukkan adanya insentif yang disiapkan negara bagi pelaku usaha yang berkomitmen menjalankan praktik berkelanjutan.
Kementerian pun telah meninjau langsung kesiapan perusahaan-perusahaan anggota Gapki di Kalimantan Barat dalam menghadapi musim kemarau dan potensi karhutla. Pemerintah menilai kesiapsiagaan di tingkat daerah sangat menentukan keberhasilan strategi nasional. Oleh karena itu, hubungan yang dinamis antara sektor swasta dan seluruh pemangku kepentingan daerah harus terus diperkuat. Dalam konteks ini, pemerintah menempatkan Gapki bukan sekadar sebagai asosiasi industri, tetapi sebagai mitra penting dalam upaya perlindungan lingkungan.
Komitmen kuat juga ditunjukkan oleh sektor usaha. Sekretaris Jenderal GAPKI M Hadi Sugeng menyatakan bahwa seluruh perusahaan anggota Gapki telah mengambil langkah konkret menjelang musim kemarau. Mereka diwajibkan untuk memastikan kesiapan personel, peralatan, dan sumber daya lainnya agar dalam kondisi siaga penuh. Upaya ini termasuk pemetaan titik-titik rawan api, pengelolaan sumber air, serta pelibatan masyarakat lokal dalam sistem pencegahan berbasis komunitas.
Pendekatan berbasis masyarakat yang dilakukan oleh perusahaan merupakan bagian dari transformasi paradigma dalam menghadapi karhutla. Hadi Sugeng menjelaskan bahwa pengelolaan risiko kebakaran tidak mungkin dilakukan secara parsial. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan anggota Gapki juga aktif berkoordinasi dengan instansi pemerintah dan melakukan inovasi seperti modifikasi cuaca untuk menekan potensi munculnya titik api.
Di sisi lain, pemerintah daerah juga menunjukkan peran aktif dalam memperkuat pencegahan. Di Sumatera Selatan, upaya antisipasi diperkuat melalui pengajuan pengadaan helikopter ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Kepala Bidang Penanganan Darurat BPBD Sumsel Sudirman mengungkapkan bahwa pengajuan ini dilakukan setelah dua daerah di provinsi tersebut menetapkan status siaga darurat karhutla. Helikopter yang diajukan terdiri dari delapan unit untuk operasi pemadaman udara dan dua unit untuk patroli.
Menurut Sudirman, langkah ini telah melalui analisa kebutuhan yang matang, serta mempertimbangkan potensi sebaran titik api dan perubahan cuaca. Sejumlah daerah di Sumsel telah dipetakan sebagai wilayah dengan kerawanan tinggi terhadap karhutla, antara lain Ogan Ilir, Banyuasin, Musi Banyuasin, dan Ogan Komering Ilir. Wilayah-wilayah ini memiliki karakteristik lahan gambut yang mudah terbakar dan sulit dipadamkan apabila tidak diantisipasi sejak dini.
Penguatan armada udara merupakan bagian dari strategi pemerintah dalam membangun sistem tanggap darurat yang responsif dan adaptif terhadap perkembangan cuaca dan titik panas. Dalam waktu dekat, provinsi Sumatera Selatan juga akan mengajukan operasi modifikasi cuaca (OMC) ke BNPB dan Kementerian Lingkungan Hidup. Rekayasa cuaca akan difokuskan pada pertumbuhan awan dan penyemaian hujan di kawasan rawan kebakaran.
Koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah menjadi kunci dalam memastikan bahwa seluruh perangkat mitigasi tersedia secara optimal. Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan telah menyusun strategi terpadu yang mengintegrasikan peran BPBD, TNI, Polri, masyarakat, dan sektor swasta. Fokus tidak hanya pada penyediaan peralatan, tetapi juga pada penetapan zona prioritas dan sistem patroli gabungan secara berkala.
Langkah-langkah terukur yang diambil oleh berbagai pihak ini menunjukkan bahwa pencegahan karhutla di Indonesia telah berkembang menuju arah yang lebih sistematis dan berorientasi jangka panjang. Integrasi antara kebijakan pemerintah, komitmen sektor swasta, serta partisipasi masyarakat membentuk ekosistem ketahanan lingkungan yang semakin kokoh. Negara tidak hanya hadir dalam bentuk regulasi, tetapi juga melalui insentif, pengawasan aktif, dan penyediaan infrastruktur darurat.
Dalam konteks perubahan iklim global yang memicu musim kering berkepanjangan, pemerintah menegaskan bahwa penguatan sistem pencegahan karhutla adalah bagian dari investasi jangka panjang dalam menjaga ekosistem dan keberlanjutan pembangunan. Konsistensi dalam membangun kolaborasi lintas sektor menjadi modal penting dalam menciptakan lingkungan yang aman dari ancaman kebakaran, sekaligus menjaga produktivitas ekonomi dan keseimbangan ekosistem.
)* Penulis Merupakan pengamat lingkungan hidup