May Day Momentum Optimalkan Peran Buruh Dalam Pembangunan Nasional

Oleh : Andi Mahesa )*

Setiap tanggal 1 Mei, dunia memperingati Hari Buruh Internasional atau yang lazim disebut May Day. Di Indonesia, momentum ini bukan sekadar simbol perjuangan kelas pekerja, melainkan juga menjadi ruang reflektif untuk memperkuat sinergi antara buruh, pemerintah, dan pengusaha dalam mewujudkan pembangunan nasional yang inklusif dan berkelanjutan.

Tahun 2025 menjadi titik penting dalam dinamika hubungan industrial di Tanah Air. Dengan kepemimpinan nasional yang baru di bawah Presiden Prabowo Subianto, semangat untuk memperkuat perlindungan dan kesejahteraan pekerja semakin digaungkan melalui program-program yang dirancang dalam Asta Cita atau delapan program prioritas pembangunan nasional. Salah satu fokus utama Asta Cita adalah peningkatan kesejahteraan pekerja dan rakyat secara umum, yang mendapat sambutan positif dari berbagai elemen buruh di Indonesia.

Wakil Bupati Deli Serdang, Lom Lom Suwondo, menekankan bahwa peringatan May Day bukan hanya seremoni tahunan, tetapi merupakan bagian dari komitmen pemerintah untuk memberikan ruang aspirasi dan pelayanan kepada para buruh. Menurutnya, buruh bukanlah objek kebijakan semata, melainkan mitra strategis dalam pembangunan kawasan dan masyarakat. Dalam refleksi kegiatan May Day nantinya akan banyak evaluasi yang harus dilakukan terkait sinergitas yang telah terjalin. Tentunya, bagaimana kegiatan ini bisa menjadi refleksi, baik bagi buruh maupun pemerintah yang nantinya harus disatukan persepsi.

Pernyataan tersebut menggarisbawahi pentingnya dialog sosial yang konstruktif dalam hubungan industrial. Peringatan May Day idealnya bukan sekadar momen menyuarakan tuntutan, melainkan juga menjadi ruang membangun kesepahaman. Pemerintah daerah seperti Deli Serdang menunjukkan komitmen nyata dalam membina hubungan harmonis dengan pekerja demi pembangunan daerah yang inklusif.

Senada dengan itu, Direktur Utama PT Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER), Didik Prasetiyono, menyatakan bahwa May Day 2025 menjadi momentum untuk menegaskan kembali komitmen seluruh pihak terhadap peningkatan kesejahteraan pekerja. Menurutnya, pekerja adalah elemen vital dalam ekosistem industri nasional, karena menurutnya peningkatan kesejahteraan buruh merupakan bagian yang sangat penting dalam memperkuat daya saing industri nasional.

Ia juga menambahkan bahwa di tengah tantangan global seperti perang dagang, fluktuasi ekonomi, dan ketidakpastian geopolitik, stabilitas iklim investasi menjadi kunci utama. Dalam konteks ini, kesadaran kolektif untuk menjaga harmoni antara kepentingan buruh dan kepentingan industri menjadi sangat relevan. Penciptaan iklim investasi yang sehat bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau pengusaha semata, melainkan merupakan kesadaran kolektif.

Pernyataan yang disampaikan oleh Didik Prasetiyono mencerminkan pendekatan hubungan industrial yang modern, kolaboratif, partisipatif, dan saling menguatkan. Keberhasilan industri tidak bisa dilepaskan dari produktivitas dan kesejahteraan pekerja, sementara keberlanjutan kesejahteraan pekerja juga sangat tergantung pada stabilitas dan kemajuan industri itu sendiri.

Sementara itu, dari Kalimantan Selatan, Ketua DPW Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kalsel, Yoeyoen Indharto, menyampaikan dukungannya terhadap Asta Cita yang diusung Presiden Prabowo Subianto. Pihaknya mengatakan bahwa program-program dalam Asta Cita sangat berpihak pada buruh dan pekerja, serta berharap bahwa peringatan May Day tahun ini dapat membangkitkan semangat dan kinerja pekerja/buruh dalam berperan aktif dalam perekonomian dan pembangunan nasional di Kalimantan Selatan.

Dukungan yang disampaikan oleh elemen buruh terhadap program pemerintah menunjukkan bahwa May Day tidak lagi semata menjadi hari perlawanan, tetapi juga menjadi hari kolaborasi. Perubahan pendekatan ini menunjukkan kedewasaan dalam sistem ketenagakerjaan Indonesia yang semakin demokratis dan terbuka terhadap dialog.

Buruh Indonesia kini tidak hanya menuntut hak, tetapi juga siap terlibat aktif dalam menyukseskan program-program strategis pemerintah. Salah satunya adalah keterlibatan aktif dalam pembangunan infrastruktur, transformasi industri berbasis digital, dan penguatan daya saing tenaga kerja nasional di kancah global.

Dalam kerangka pembangunan nasional, peran buruh sangat krusial. Mereka adalah ujung tombak di lapangan yang memastikan setiap kebijakan berjalan, setiap produksi tercapai, dan setiap roda ekonomi berputar. Oleh karena itu, perhatian terhadap kesejahteraan, keamanan kerja, pelatihan keterampilan, dan kepastian hukum ketenagakerjaan harus terus menjadi prioritas pemerintah.

Pemerintah sendiri, dalam beberapa tahun terakhir, telah menunjukkan komitmen kuat dalam meningkatkan kualitas hidup pekerja melalui berbagai kebijakan seperti peningkatan upah minimum, perluasan akses jaminan sosial ketenagakerjaan, pelatihan vokasi, dan penertiban outsourcing yang tidak manusiawi. Dalam kepemimpinan baru ke depan, tantangan seperti produktivitas, digitalisasi tenaga kerja, dan ketenagakerjaan hijau (green jobs) akan menjadi agenda penting yang membutuhkan sinergi semua pihak.

Momentum May Day 2025 ini harus dimanfaatkan sebagai titik tolok baru untuk memperkuat kepercayaan antara buruh, pemerintah, dan dunia usaha. Dialog sosial yang sehat dan berkelanjutan harus menjadi budaya, bukan hanya aktivitas musiman. Dengan membangun saling pengertian dan kepercayaan, maka masyarakat bisa mendorong terciptanya lingkungan kerja yang adil, aman, dan produktif.

Kondusivitas juga menjadi kunci penting dalam menjaga iklim investasi. Penyampaian aspirasi yang damai dan terukur akan jauh lebih efektif dalam mempengaruhi kebijakan publik dibandingkan aksi-aksi destruktif yang merugikan semua pihak. Dalam hal ini, tanggung jawab menjaga kedamaian bukan hanya berada di pundak buruh, tetapi juga pemerintah dan pengusaha untuk senantiasa membuka ruang dialog dan merespons secara adil.

)* Penulis merupakan Mahasiswa yang tinggal di Jakarta.

Array
Related posts
Tutup
Tutup