Buruh Sritex Tak Perlu Demo, Pemerintah Sediakan Kesempatan Kerja Baru

Oleh : Samuel Christian Galal )*

Ribuan buruh PT Sritex yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) massal akibat kondisi pailit perusahaan menghadapi situasi sulit. Namun, aksi demonstrasi oleh sejumlah kelompok buruh bukanlah solusi terbaik.
Pemerintah telah mengambil langkah konkret dengan menyediakan berbagai kesempatan kerja baru yang dapat dimanfaatkan oleh para pekerja terdampak. Demonstrasi justru berpotensi memperburuk keadaan tanpa memberikan hasil yang nyata bagi kesejahteraan buruh.
Pemutusan hubungan kerja yang terjadi di PT Sritex memunculkan polemik karena dianggap tidak sesuai dengan regulasi ketenagakerjaan. Sejumlah pihak menilai PHK tersebut tidak melalui mekanisme yang semestinya, seperti perundingan bipartit antara serikat pekerja dan manajemen perusahaan, serta mediasi dengan Dinas Tenaga Kerja.
Buruh juga tidak mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan keberatan atas besaran hak yang diterima. Situasi di lapangan menunjukkan bahwa pekerja didorong untuk mendaftarkan PHK secara individual tanpa melalui prosedur yang transparan, yang memunculkan dugaan adanya tekanan terhadap buruh.
Meski demikian, pemerintah telah merespons dengan berbagai kebijakan yang dirancang untuk melindungi pekerja terdampak PHK. Salah satunya adalah penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2025 tentang Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dan PP Nomor 7 Tahun 2025 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK). Dua regulasi tersebut bertujuan memberikan perlindungan sosial bagi buruh yang kehilangan pekerjaan serta memastikan bahwa hak mereka tetap terjaga.
Melalui kebijakan terbaru ini, manfaat JKP mengalami peningkatan signifikan. Pemerintah menetapkan bahwa pekerja yang terkena PHK akan menerima manfaat sebesar 60 persen dari upah yang dilaporkan selama enam bulan, meningkat dari skema sebelumnya yang hanya mencakup 45 persen dalam tiga bulan pertama dan 25 persen dalam tiga bulan berikutnya.
Selain itu, persyaratan kepesertaan dan klaim JKP juga dipermudah dengan meniadakan syarat pembayaran iuran enam bulan berturut-turut serta memberlakukan masa kedaluwarsa manfaat hingga enam bulan.
Pemerintah juga telah membuka ribuan lowongan kerja baru untuk buruh yang terdampak PHK massal. Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyebutkan bahwa lebih dari 10.000 lowongan tersedia di berbagai sektor industri di Solo dan sekitarnya.
Langkah ini dilakukan melalui koordinasi antara Kementerian Ketenagakerjaan dan dinas ketenagakerjaan daerah guna memastikan bahwa pekerja yang kehilangan pekerjaan dapat segera memperoleh pekerjaan baru. Selain itu, program pelatihan dan pendampingan juga disiapkan untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja agar lebih siap menghadapi pasar kerja yang terus berkembang.
Dari sisi perlindungan jangka panjang, pemerintah tidak hanya fokus pada peningkatan manfaat JKP, tetapi juga memberikan keringanan iuran JKK bagi sektor industri padat karya. Iuran tersebut dikurangi sebesar 50 persen selama enam bulan, mulai dari Februari hingga Juli 2025.
Kebijakan ini diharapkan dapat meringankan beban industri yang terkena dampak ekonomi, sehingga perusahaan tetap mampu mempertahankan tenaga kerja mereka tanpa perlu melakukan PHK tambahan.
Kepala Kantor Wilayah BPJS Ketenagakerjaan DKI Jakarta, Deny Yusyulian, menegaskan bahwa kebijakan ini akan memberikan dampak positif bagi pekerja dan industri. Dengan manfaat JKP yang lebih besar dan proses klaim yang lebih sederhana, pekerja yang kehilangan pekerjaan akan mendapatkan perlindungan sosial yang lebih baik. Selain itu, keringanan iuran bagi industri padat karya akan membantu sektor tersebut untuk tetap beroperasi secara stabil di tengah tantangan ekonomi yang ada.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah BPJS Ketenagakerjaan Bali, Nusa Tenggara, dan Papua (Banuspa), Kuncoro Budi Winarno, menekankan bahwa regulasi ini menunjukkan kehadiran negara dalam memberikan perlindungan bagi tenaga kerja yang terdampak PHK.
Peningkatan manfaat JKP diharapkan dapat memberikan dukungan finansial yang cukup bagi pekerja selama masa transisi sebelum mendapatkan pekerjaan baru. Upaya pemerintah ini tidak hanya bertujuan untuk memberikan perlindungan jangka pendek, tetapi juga memastikan stabilitas sosial dan ekonomi dalam jangka panjang.
Keputusan pemerintah untuk memperkuat perlindungan bagi tenaga kerja terdampak PHK seharusnya menjadi pertimbangan utama bagi para buruh dalam menyikapi situasi ini. Demonstrasi yang direncanakan oleh Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) berpotensi menciptakan ketegangan sosial tanpa memberikan solusi konkret bagi para pekerja.
Alih-alih menghabiskan energi untuk aksi protes, buruh lebih baik memanfaatkan kesempatan kerja baru yang telah disediakan pemerintah. Dengan adanya lebih dari 10.000 lowongan pekerjaan serta manfaat JKP yang meningkat, para pekerja dapat segera bangkit dan kembali memasuki dunia kerja tanpa harus mengalami ketidakpastian ekonomi yang berlarut-larut.
Langkah pemerintah dalam menghadapi dampak PHK massal di PT Sritex mencerminkan komitmen untuk menjaga kesejahteraan pekerja serta memastikan stabilitas industri padat karya.
Demonstrasi bukanlah jawaban atas permasalahan ini, karena hanya akan memperpanjang ketidakpastian bagi buruh yang terkena PHK. Dengan kebijakan yang telah disiapkan, mantan pekerja Sritex dapat segera memperoleh pekerjaan baru dan kembali berkontribusi dalam perekonomian nasional. Saatnya beralih dari aksi protes menuju solusi yang nyata dan konstruktif. (*)
)* Penulis adalah Kontributor Lembaga Gala Indomedia

Array
Related posts
Tutup
Tutup