Apresiasi Pendekatan Diplomasi Kebijakan Tarif Trump Jaga Kerja Sama Dagang Indonesia–AS

Oleh : Andika Pratama )*

Pemerintah menunjukkan ketangguhan dan kecermatan dalam menyikapi dinamika kebijakan perdagangan global, termasuk kebijakan tarif proteksionis yang kembali digaungkan oleh mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Dalam iklim global yang sarat ketidakpastian, strategi diplomasi ekonomi yang diterapkan Indonesia terbukti menjadi pendekatan yang tidak hanya defensif, tetapi juga konstruktif dalam menjaga keberlanjutan hubungan dagang bilateral Indonesia–AS.

Langkah-langkah diplomasi ekonomi yang dilakukan Indonesia memperoleh pengakuan langsung dari pemerintah Amerika Serikat. Hal ini tercermin dalam pertemuan bilateral antara Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menkeu Sri Mulyani Indrawati dengan pejabat tinggi AS di sela rangkaian Spring Meeting dan forum G20.

Dalam kesempatan tersebut, pemerintah AS menyampaikan apresiasi terhadap sikap responsif dan proaktif Indonesia dalam menyikapi kebijakan tarif baru yang cenderung resiprokal dan proteksionis. Indonesia dinilai menjadi salah satu negara yang mampu menavigasi tantangan global dengan pendekatan yang cermat, melalui jalur dialog terbuka dan proposal kerja sama yang konkret.

Sikap diplomatis ini memperlihatkan kedewasaan Indonesia dalam menyikapi tekanan eksternal. Alih-alih menunjukkan reaksi yang emosional atau konfrontatif, pemerintah Indonesia menempuh pendekatan rasional dan kolaboratif. Pendekatan ini sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto untuk memperkuat fondasi ekonomi nasional melalui kerja sama strategis, reformasi, dan deregulasi yang progresif.

Langkah diplomasi ekonomi Indonesia tidak hanya ditujukan untuk meredakan ketegangan dagang, tetapi juga membuka ruang baru dalam memperkuat posisi Indonesia dalam tatanan perdagangan global. Peran aktif Indonesia sebagai “first mover” dalam reformasi Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menjadi indikator bahwa Indonesia tidak hanya menjadi pengikut dalam perubahan, tetapi justru menjadi pelaku utama dalam membentuk arsitektur baru perdagangan dunia. Komitmen ini bukan hanya meningkatkan kredibilitas Indonesia di mata mitra dagang, tetapi juga memperkokoh stabilitas ekonomi kawasan.

Apresiasi terhadap pendekatan Indonesia juga datang dari kalangan legislatif. Anggota Komisi VII DPR RI, Muhammad Hatta, menilai bahwa kebijakan tarif baru yang dicanangkan oleh Donald Trump lebih mencerminkan kepanikan atas kesulitan industri domestik AS dalam menghadapi kompetisi global. Menurutnya, Indonesia tidak perlu terjebak dalam reaksi terburu-buru atau emosional. Sebaliknya, Indonesia justru harus tetap fokus dan tenang dalam merumuskan strategi nasional yang matang dan terukur. Keyakinan bahwa Indonesia merupakan mitra dagang yang penting bagi AS, khususnya dalam sektor-sektor unggulan seperti tekstil, furnitur, dan kayu, menjadi landasan kuat untuk menjaga keseimbangan dalam hubungan dagang bilateral.

Lebih lanjut, kolaborasi antara pelaku usaha, akademisi, dan pemerintah menjadi elemen penting dalam merespons tantangan tarif dan dinamika perdagangan global. Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia, Aviliani, menegaskan pentingnya memandang krisis sebagai peluang untuk memperkuat daya saing nasional. Menurutnya, pembentukan komite gabungan yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan menjadi bukti keseriusan Indonesia dalam merumuskan kebijakan yang adaptif dan berjangka panjang.

Dukungan insentif fiskal dan non-fiskal, deregulasi yang terukur, serta penguatan kerja sama perdagangan melalui perjanjian internasional seperti RCEP, TIFA, dan EU-CEPA menjadi langkah strategis yang diarahkan untuk memperluas akses pasar dan mengurangi ketergantungan pada pasar tradisional seperti Amerika Serikat dan Tiongkok. Diversifikasi ekspor dan eksplorasi pasar non-tradisional kini menjadi fokus utama pelaku usaha nasional dalam menghadapi ketidakpastian global.

Di sisi lain, diplomasi ekonomi Indonesia juga memperhatikan dimensi geopolitik dan transformasi demografi global yang turut memengaruhi iklim perdagangan. Dalam konteks ini, sinergi lintas sektor menjadi sangat penting. Pemerintah dan pelaku usaha perlu terus memperkuat fondasi ekonomi nasional melalui reformasi berkelanjutan, riset, dan inovasi. Diplomasi ekonomi yang aktif akan mampu menciptakan iklim usaha yang kompetitif sekaligus adaptif terhadap tantangan global.

Respon positif dari pemerintah AS terhadap pendekatan Indonesia mencerminkan keberhasilan dalam membangun komunikasi yang sehat dan saling menghormati antara dua negara dengan hubungan dagang yang signifikan. Optimisme ini akan menjadi modal penting dalam melanjutkan proses negosiasi teknis yang diarahkan untuk memperkuat kepastian perdagangan, mendukung ekspor nasional, dan menjaga stabilitas kawasan di tengah dinamika global yang tak menentu.

Indonesia telah menunjukkan bahwa diplomasi ekonomi yang dilakukan secara bijak, komprehensif, dan inklusif mampu meredam tekanan eksternal tanpa mengorbankan kepentingan nasional. Pendekatan ini menjadi teladan bagi negara-negara berkembang lainnya dalam menghadapi proteksionisme yang kian menguat di tengah pergolakan geopolitik.

Dengan melanjutkan semangat kolaboratif dan strategi diplomasi yang terukur, Indonesia berada di jalur yang tepat untuk mempertahankan posisi strategisnya dalam peta perdagangan internasional dan memperkuat ketahanan ekonominya di masa depan. Inilah wujud nyata bahwa diplomasi bukan hanya alat politik luar negeri, tetapi juga pilar utama dalam menjaga keberlanjutan pembangunan ekonomi nasional.

)* Penulis adalah kontributor Jabbar Trigger.com

Array
Related posts
Tutup
Tutup