Oleh : Naya Maya Santika )*
Pemungutan Suara Ulang (PSU) bukan sekadar agenda administratif dalam kalender politik Indonesia, melainkan momentum peneguhan kembali komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi. PSU menjadi cerminan konsistensi semua pihak dalam menjunjung tinggi asas keadilan, transparansi, dan kedaulatan rakyat. Maka dari itu, penyelenggaraan PSU yang aman dan damai harus menjadi prioritas bersama, karena dari sanalah demokrasi yang berkualitas dapat tumbuh dan mengakar kuat.
Di Papua, persiapan PSU untuk pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur yang akan digelar pada 6 Agustus 2025 tengah menunjukkan kemajuan yang signifikan. Pemerintah Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri menegaskan komitmennya dalam memastikan kesiapan daerah. Hal ini ditandai dengan kehadiran langsung Wakil Menteri Dalam Negeri Ribka Haluk dalam Rapat Koordinasi yang berlangsung di Gedung Kantor Gubernur Papua. Suasana rapat yang penuh khidmat menunjukkan semangat kolektif seluruh pemangku kepentingan dalam menyukseskan PSU dengan aman dan bermartabat.
Yang paling menggembirakan, alokasi anggaran untuk pelaksanaan PSU sebesar Rp160,95 miliar telah dipastikan aman dan tersedia dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua. Ini merupakan bentuk nyata bahwa negara hadir untuk memastikan proses demokrasi tidak terhambat oleh persoalan teknis. Penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) menjadi simbol kuat bahwa Papua benar-benar serius melaksanakan PSU yang kredibel dan damai. Penjabat Gubernur Papua Ramses Limbong menegaskan bahwa dana tersebut telah dialokasikan secara tepat untuk mendukung kerja-kerja KPU Papua, Bawaslu Papua, serta unsur pengamanan dari Polda Papua dan Kodam XVII Cenderawasih.
Pelaksanaan PSU di Papua ini bukan hanya pemenuhan kewajiban administratif, tetapi juga implementasi amanat konstitusi. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada menegaskan pentingnya menjamin kedaulatan rakyat melalui pemilu yang adil dan bersih. Karena itu, tidak ada ruang untuk kompromi terhadap kualitas dan integritas penyelenggaraan pemilu, termasuk PSU. Keputusan untuk menggelar PSU harus diterima sebagai bentuk koreksi konstitusional demi memperkuat legitimasi hasil pemilu.
Sementara itu, di Gorontalo Utara, proses PSU juga menunjukkan gambaran yang serupa. Ketua Bawaslu Kabupaten Gorontalo Utara Roland Ismail menyatakan bahwa PSU di daerahnya telah berlangsung dengan baik, damai, dan transparan. Antusiasme penyelenggara serta partisipasi masyarakat pasca proses demokrasi ini merupakan modal penting dalam menciptakan suasana yang kondusif.
Lebih dari sekadar optimisme, penyelenggaraan PSU di Gorontalo Utara telah terbukti berjalan aman dan damai. Tidak ada gesekan sosial yang berarti, tidak pula terjadi provokasi yang mengarah pada destabilitas keamanan. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Gorontalo Utara memiliki kesadaran politik yang matang, serta penghormatan tinggi terhadap proses demokrasi. Kematangan ini harus menjadi teladan bagi daerah-daerah lain, bahwa PSU tidak harus identik dengan konflik, melainkan bisa menjadi ruang konsolidasi politik dan sosial yang sehat.
Keberhasilan PSU di Gorontalo Utara berkat adanya sinergi antara penyelenggara pemilu, aparat keamanan, pemerintah daerah, dan tentu saja masyarakat. Komitmen untuk menjaga netralitas, menjamin keamanan, serta mengedepankan nilai-nilai demokrasi merupakan kunci untuk menciptakan proses pemilu ulang yang tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga diterima secara sosial dan moral.
Selain itu, seluruh pihak perlu mewaspadai potensi provokasi maupun penyebaran disinformasi yang dapat mencederai proses demokrasi. PSU kerap menjadi celah yang dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok tertentu untuk memecah belah masyarakat atau merusak kepercayaan publik terhadap hasil pemilu. Oleh sebab itu, literasi politik masyarakat harus terus ditingkatkan agar mampu memilah informasi yang benar dan tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu yang menyesatkan.
Momentum PSU ini harus dimaknai sebagai peluang untuk memperkuat fondasi demokrasi, bukan sekadar pengulangan teknis dari proses pemilu sebelumnya. Demokrasi yang berkualitas hanya dapat diwujudkan bila seluruh elemen bangsa terlibat aktif menjaga integritas dan kedamaian dalam setiap tahapan pemilu. Tidak hanya tugas penyelenggara, tetapi juga tanggung jawab bersama sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi.
Dengan kesiapan anggaran yang telah terjamin di Papua, serta pengalaman aman dan damainya PSU di Gorontalo Utara, publik patut optimistis bahwa pelaksanaan PSU tahun 2025 akan menjadi tonggak penting dalam perbaikan demokrasi lokal. Ini adalah kesempatan untuk menegaskan kembali bahwa suara rakyat adalah fondasi utama dari sistem pemerintahan yang demokratis.
Ke depan, semua pihak harus terus menjaga konsistensi dan integritas. Pemerintah perlu menjamin keberlangsungan dukungan logistik dan keamanan. Penyelenggara pemilu harus menjaga profesionalitas dan netralitas. Masyarakat sipil, termasuk media, harus terus mengawasi dan mengedukasi publik secara objektif. Hanya dengan kolaborasi erat dan semangat kebersamaan, PSU yang aman dan damai dapat terwujud.
Karena itu, mari bersama mengawal PSU sebagai sarana koreksi demokrasi yang sehat. Bukan sekadar pengulangan teknis, tapi penguatan legitimasi politik dan kepercayaan publik. Demi Indonesia yang lebih demokratis, lebih bermartabat, dan lebih bersatu.
)* Penulis adalah Pengamat Politik