Masyarakat Harus Hormati Pemungutan Suara Ulang Sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi

Jakarta – Pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) dalam rangkaian Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 merupakan bagian dari mekanisme hukum yang harus dihormati oleh seluruh elemen masyarakat. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait PSU bukanlah bentuk ketidakpastian, melainkan manifestasi dari sistem demokrasi yang memberikan ruang koreksi demi menjamin keadilan dan integritas dalam proses pemilu.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Mochammad Afifuddin, menegaskan KPU siap menghadapi setiap gugatan hasil PSU yang diajukan ke MK. Ia menyatakan bahwa pelaksanaan PSU oleh jajaran KPU di daerah telah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Dari sisi penyelenggaraan, KPU meyakini teman-teman di daerah sudah sangat maksimal dalam menyelenggarakan PSU,” kata Afif.

Ditambahkannya bahwa KPU bersiap memberikan penjelasan dan jawaban dalam setiap proses persidangan di MK. Hal ini menunjukkan komitmen lembaga penyelenggara pemilu untuk menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas dalam setiap tahapan pilkada, termasuk jika hasil PSU kembali disengketakan.

Sementara itu, Mahkamah Konstitusi telah membacakan putusan sela (dismissal)_terhadap tujuh perkara perselisihan hasil PSU Pilkada 2024. Dari tujuh perkara tersebut, hanya dua yang dinyatakan layak dilanjutkan ke tahap pembuktian, yakni perkara dari Kabupaten Barito Utara dan Kabupaten Kepulauan Talaud.

Ketua MK, Suhartoyo, menyampaikan bahwa para pihak dalam perkara tersebut dapat menghadirkan maksimal empat orang saksi atau ahli pada sidang pembuktian yang dijadwalkan pada 8 Mei 2025. Daftar saksi dan bukti tambahan harus diserahkan paling lambat satu hari sebelum sidang.

“Untuk para pihak yang lanjut perkaranya, bisa mengajukan saksi dan ahli. Mau digabung atau masing-masing boleh, yang penting jumlahnya tidak lebih dari empat,” ungkap Suhartoyo.

Putusan MK ini sekaligus menegaskan bahwa tidak semua gugatan akan diterima jika tidak memenuhi syarat formil dan materil. Oleh karena itu, masyarakat diharapkan tidak terprovokasi oleh narasi yang melemahkan kepercayaan terhadap proses hukum yang sedang berjalan.

Dalam negara hukum yang demokratis, menghormati putusan lembaga peradilan adalah bentuk kedewasaan berdemokrasi. Masyarakat di daerah-daerah yang melaksanakan PSU maupun yang perkaranya tidak dilanjutkan oleh MK, sepatutnya menjaga ketertiban dan kondusivitas, serta terus mendukung penyelenggaraan pilkada yang jujur dan adil demi kemajuan daerah masing-masing.

Array
Related posts
Tutup
Tutup